Pulau Papua mulai
terbentuk pada 60 juta tahun yang lalu. Saat itu, pulau ini masih berada di
dasar laut yang terbentuk oleh bebatuan sedimen. Pengendapan intensif yang
berasal dari benua Australia dalam kurun waktu yang panjang menghasilkan
daratan baru yang kini bernama Papua. Saat itu, Papua masih menyatu dengan
Australia," jelas ahli geologi Fransiskus Benediktus Widodo Margotomo saat
memaparkan sejarah terbentuknya Pulau Papua.
Keberadaan Pulau Papua
saat ini, lanjutnya, tidak bisa dilepaskan dari teori geologi yang menyebutkan
bahwa dunia ini hanya memiliki sebuah benua yang bernama Pangea pada 250 juta
tahun lalu. Pada kurun waktu 240 juta hingga 65 juta tahun yang lalu, benua
Pangea pecah menjadi dua dengan membentuk benua Laurasia dan benua Eurasia,
yang menjadi cikal bakal pembentukan benua dan pegunungan yang saat ini ada di
seluruh dunia.
Pada kurun waktu itu
juga, benua Eurasia yang berada di belahan bumi bagian selatan pecah kembali
menjadi benua Gonwana yang di kemudian hari akan menjadi daratan Amerika
Selatan, Afrika, India, dan Australia.
"Saat itu, benua Australia dengan benua-benua yang lain
dipisahkan oleh lautan. Di lautan bagian utara itulah batuan Pulau Papua
mengendap yang menjadi bagian dari Australia akan muncul di kemudian
hari," tambah sarjana geologi jebolan Universitas Pembangunan Nasional,
Yogyakarta, pada 1986 ini.
Pengendapan yang sangat
intensif dari benua kanguru ini, sambungnya, akhirnya mengangkat sedimen batu
ke atas permukaan laut. Tentu saja proses pengangkatan ini berdasarkan skala
waktu geologi dengan kecepatan 2,5 km per juta tahun.
Proses ini masih
ditambah oleh terjadinya tumbukan lempeng antara lempeng Indo-Pasifik dengan
Indo-Australia di dasar laut. Tumbukan lempeng ini menghasilkan busur pulau,
yang juga menjadi cikal bakal dari pulau dan pegunungan di Papua.
Akhirnya proses
pengangkatan yang terus-menerus akibat sedimentasi dan disertai kejadian
tektonik bawah laut, dalam kurun waktu jutaan tahun menghasilkan pegunungan
tinggi seperti yang bisa dilihat saat ini.
Bukti bahwa Pulau Papua beserta pegunungan tingginya pernah
menjadi bagian dari dasar laut yang dalam dapat dilihat dari fosil yang
tertinggal di bebatuan Jayawijaya.
Meski berada di ketinggian 4.800 mdpl, fosil kerang laut, misalnya, dapat dilihat pada batuan gamping dan klastik yang terdapat di Pegunungan Jayawijaya. Karena itu, selain menjadi surganya para pendaki, Pegunungan Jayawijaya juga menjadi surganya para peneliti geologi dunia. Sementara terpisahnya daratan Australia dengan Papua oleh lautan berawal dari berakhirnya zaman es yang terjadi pada 15.000 tahun yang lalu. Mencairnya es menjadi lautan pada akhirnya memisahkan daratan Papua dengan benua Australia.
Meski berada di ketinggian 4.800 mdpl, fosil kerang laut, misalnya, dapat dilihat pada batuan gamping dan klastik yang terdapat di Pegunungan Jayawijaya. Karena itu, selain menjadi surganya para pendaki, Pegunungan Jayawijaya juga menjadi surganya para peneliti geologi dunia. Sementara terpisahnya daratan Australia dengan Papua oleh lautan berawal dari berakhirnya zaman es yang terjadi pada 15.000 tahun yang lalu. Mencairnya es menjadi lautan pada akhirnya memisahkan daratan Papua dengan benua Australia.
"Masih banyak
rahasia bebatuan Jayawijaya yang belum tergali. Apalagi, umur Pulau Papua ini
masih dikategorikan muda sehingga proses pengangkatan pulau masih terus
berlangsung hingga saat ini. Ini juga alasan dari penyebutan Papua New Guinea
bagi Pulau Papua, yang artinya adalah sebuah pulau yang masih baru,"
tambah peraih gelar master di bidang Economic Geology dari James Cook University,
Townswille, Australia ini.
Sementara keberadaan
salju yang berada di beberapa puncak Jayawijaya, diyakininya akan berangsur
hilang seperti yang dialami Gunung Kilimanjaro di Tanzania. Hilangnya
satu-satunya salju yang dimiliki oleh pegunungan Di indonesia itu disebabkan
oleh perubahan iklim secara global yang terjadi di daerah tropis. (Oleh
Silvester Vincentius Ku’sa, Alumni Universitas Sains dan Teknologi
Jayapura-Papua)